Selasa, 25 Juni 2013

Sepenggal Sejarah Kampung "Krapyak" Desa Wedomartani Kec. Ngemplak

              Bedasarkan info terbaru yang saya dapatkan di lingkungan PP. al-Munawwir Krapyak Bantul. Terkait sebuah nama padukuhan santri /muslim Krapyak di Yogyakarta. Mungkin sekilas kita mengenal nama Krapyak itu sangat banyak di Jawa, bahkan di Yogyakarta sendiri saat ini lebih dari 4 padukuhan menggunakan nama Krapyak. Jika kita mengenalkan asal kita dari Krapyak Yogyakarta, mungkin sekilas orang (sekarang) akan menganggap Krapyak yang Kidul (Bantul).
               
               Dari informasi salah seorang Sesepuh (kerabat Masyaayikh Bani Munawwir) yang saya kategorikan Kyai juga, Beliau mengatakan kalau sebenarnya Pondok Pesantren Krapyak al-Munawwir ini masih kalah sepuh dibandingkan Krapyak Lor (Wedomartani Ngemplak). Jamannya mbah Munawwir (pendiri PP. al-Munawwir Krapyak Bantul) itu masih belum seberapa jika dibandingkan dengan jamannya mbah-mbah Yai dari Krapyak Lor (dalam kategori pamor). Beliau menambahi juga, kalau Masyaayikh dari Pondok Pesantren di Krapyak Lor ini lebih eksis di zaman Hindia-Belanda. Dalam informasi Beliau, tersebut nama-nama Masyaayikh dari Krapyak Lor ini, diantaranya mbah Muhdi, mbah Najah, mbah Hasan (lupa nama) dll.
               
               Sekilas cerita dari as-Syaikhona al-Mukarromien al-Kiyaa Mbah Muhadi al-Hajji Maguwo:
Zaman dulu ada seorang santri dari desa kita yang pernah belajar agama Islam di Nagari Makkah al-Mukarromah, kurang lebih sampai delapan tahun belum berkeinginan pulang ke Jawa. Beliau itu kalau sholat selalu di Masjidil Haram, kegiatan sehari-harinya adalah berguru ilmu agama kepada para Masyaayikh di Makkah. Suatu saat dalam sholat Beliau yang selalu menggelar surban (untuk sajadah) di Masjidil Haram, surbannya itu diambil (digondol :jawanya) anjing. Dan anjing itu lari begitu saja entah ke mana. Untungya santri ini punya banyak surban.

               Hari berikutnya sholat di sana masih juga seperti itu, surbannya diambil dan dibawa lari oleh anjing yang sama. Begitu terus, kalau tidak salah sampai tiga hari. Kemudian santri ini mulai berfikir, sepertinya ini adalah fenomena yang ganjil. Kenapa hanya surbanku yang diambil, padahal ini kan untuk sholat. Kenapa juga di tempat sesuci ini (Masjidil Haram) ada anjing liar berkeliaran. Sebenarnya anjing ini punya siapa? Lalu apa maksud dari semua ini? Santri yang mulai berfikir aneh dan kebingungan itu kemudian mendatangi salah seorang gurunya, yang seorang Syaikh di Makkah (dikategorikan wali di sana) untuk minta petunjuk. Setelah santri ini bercerita menjelaskan dan lain sebagainya kepada gurunya tersebut, Syaikh itu pun kemudian memberikan petunjuk. Kata Syaikh, “nanti kalau kamu mau sholat lalu anjing itu datang lagi dan masih melakukan hal yang sama, coba kamu ikuti ke mana anjing itu berlari.” Setelah kejadian itu, datang waktu sholat santri ini pun menjalankan sholat seperti biasanya. Dan ternyata, anjing yang kemarin itu datang lagi dan masih juga melakukan hal yang sama (nggondol surban). Kemudian santri ini bergegas mengikuti ke mana anjing itu berlari. Setelah lama mengikuti anjing itu dan agak jauh dari Makkah, ternyata anjing ini berlari menuju ke gua Hiro (tempat nabi Muhammad semedhi /khalwat). Setelah sampai di sana, santri ini agak terheran-heran. Ternyata anjing ini ada yang punya, dia menemui pemiliknya “seorang kakek tua” yang seakan-akan sudah menunggui dia di sana. Setelah beruluk salam, mereka pun bercakap-cakap. Saya simpulkan saja, intinya sang kakek ini tau siapa santri ini, dari mana asalnya dsb. Bahkan kakek ini memberikan perintah kepada santri ini, untuk segera pulang ke tanah Jawa (tugas). Lalu fenomena inilah yang menjadi alasan santri ini pulang ke Jawa. Menurut sumber, sang kakek ini adalah Nabiyullah Khidir a.s. Dan santri yang saya ceritakan di atas, adalah salah seorang Kyai kita di Krapyak Wedomartani. Kalau tidak salah Beliau adalah mbah Najah /mbah Muhdi saya agak lupa, nanti coba tanyakan langsung ke sumbernya (mbah Muhadi). Sekalian di cek konfirmasi kebenarannya kepada Beliau, cerita ini asli apa hanya karangan saya belaka.


               Terkait beberapa keistimewaan /karomah Masyaayikhona Krapyak Wedomartani:
Zaman dulu di tanah Jawa, yang namanya ulama atau wali itu selalu identik /terkenal dengan kesaktiannya (karomah :keistimewaan). Tersebutlah seorang Yai Sepuh di jaman dulu, yang berhasil menurunkan para Yai di Wonokromo Bantul (Masyaayikh Bani Wonokromo). Sebut saja Simbah Buyute para Yai Wonokromo. Mbah Buyute para Yai Wonokromo itu salah satu karomahnya adalah bisa terbang mengendarai lesung. Suatu saat Beliau terbang di atas awang-awang keliling ke sana kemari sambil melihat-lihat keadaan di bawah. Beliau tidak sengaja melihat seorang ‘Alim (Kyai juga) yang sedang berdzikir (kalau ndak salah lagi dzikir, pkoe lali aku). Lalu Kyai Buyut yang sedang terbang mengendarai lesung itu pun menggoda sang ‘Alim tersebut dengan memangggil-manggil sang ‘Alim itu dari atas awang-awang, “Yaaaiiii...... Yaaaiiiiii...... (ro mesam-mesem).”

               Sebenarnya kedua sosok Yai ini sudah saling kenal dan akrab, biasa untuk guyonan anak putu. Meliahat Yai Buyut yang terbang mengendarai lesung kesana kemari sambil memanggil-manggil dirinya, mungkin sang ‘Alim ini agak merasa dihina (hina guyonan teman akrab bukan hina musuhan). Tidak lama kemudian, ternyata di atas awan yang lebih tinggi dari awang-awang itu muncul suara bedug yang dipukul-pukul. Seperti suporter bola sedang main drum-band mungkin. Mendengar suara bedug itu, Mbah Yai Buyut ini berfikir sepertinya ada bedug terbang di atas awan, saking tingginya agak-agak tidak kelihatan bedug ini. Setelah mbah Yai Buyut perhatikan di atas awan itu, yang lebih tinggi dari Belia terbang. Ternyata memang benar ada bedug terbang sangat tinggi, melebihi lesung yang terbang dikendarai mbah Yai Buyut. Tapi diperhatikan lagi, kok sepertinya bedug ini ada yang mengendarai. Semacam sosok manusia, manggil-manggil aku lagi. Manggilnya sama, begini: “Yaaaiiiii..... Yaaaiiiiii.............” Haha, ternyata sang ‘Alim tadi yang juga seorang Kyai Sepuh sedang terbang mengendarai bedug. Bahkan seakan-akan menandingi tingginya mbah Yai Buyut terbang menggunakan lesung. Adu kesaktian iki ceritane, pamer-pameran ilmu. Tapi tetep kekancan paseduluran. Sang ‘Alim yang juga seorang Kyai Sepuh yang mengendarai bedug ini, adalah seorang Kyai dari desa kita juga. Silahkan confirm ke sumbernya jika memang mempertanyakan keshohihan cerita ini.


               Begitulah beberapa kisah dari pendahulu desa kita, ingkeng dados tuladha den kinasihi maring Gusti. Masih banyak cerita lain, yang belum sempat saya sampaikan. Mugi gusti Allah paring pangapura ugi rahmat dhumateng Panjenengan sedaya duhh para Simbah..


Kesimpulan, salahkah kita bila:
- menjaga nama baik desa kita, baik dalam tingkah polah perbuatan ucapan pergaulan gaya hidup dsb kita sehari-hari di mana pun kapan pun dengan siapa pun dan bagaimana pun? (sok bergaya santri)

- menjaga tradisi ritual adat desa kita, baik itu tahlilan sholawatan mujahadah badui gotong royong nyinom boso kromo ulem-ulem atur-atur dlsb dengan menggembor-gemborkan /kampanyekan?

- menghargai dengan kembali meneruskan apa yang Beliau-beliau perjuangkan?

- Pamor ingkeng gumebyar gilar-gilar, bakal tetep gumebyar yen dijamas pusokoni. Sinawang cemlorot nyulek mata, nanging ora ngelarani. Tegese ana ing ahli waris iku jawabane. Mau kita bawa ke mana desa kita, wonten jungkirane jaman iki? Paribasane, mayite ibumu ana ing pundakmu dewe.

sumber : Rendika

3 komentar:

  1. Yg sebenarnya mbah kyai muhdi di makkah 9 tahun dan ketika dimasjidil haram itu yg nemui khodam jin bukan anjing.. krn mbah kyai muhdi sbgai sekretaris mbah kyai dalhar watu congol ketika bermukim di makkah. Sumber dr mbah najjah. (P.kyai ruri)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pak kyai Ruri kalau tdk salah buyutnya Mbah kyai Muhdi

      Hapus